
Selain Tsunami, Berikut Potensi yang Bisa Dihasilkan Oleh Gempa
- 22.09.18
- comments
- Muhammad Getar
- BudayaWewacan
- 0
Kata tsunami sudah sangat akrab di telinga kami–orang-orang yang saat ini di setiap harinya merasakan cekam karena gempa yang tak kunjung usai. Beruntungnya, setiap kali ada gempa besar maupun yang kecil, dengan mudah kami bisa mengecek smartphone, lalu mencari informasi seberapa besar gempa tersebut, pusatnya, kedalamannya, dan apakah ia menimbulkan potensi untuk terjadinya tsunami atau tidak.
Karena keseringan mengucapakan kata gempa beserta potensinya, banyak orang kemudian membuat hal itu sebagai lucu-lucuan—hitung-hitung dapat menjadi trauma healing agar rasa takut kian memudar.
BMKG sebagai akronim dari Badan Meteorologi Keomoografi dan Gempa, dipelintir menjadi Batal Menikah Karena Gempa, oleh sebagian orang. Bahkan ada pula yang bilang, Bertaubat Masal Karena Gempa. Itu semua hanya buat lucu-lucuan. Dan kami, ya, merasa lucu ketika mengatakan hal tersebut.
Membahas tentang potensi dari gempa bumi, yang biasanya umum terjadi, misal tsunami, longsor, runtuhnya bangunan, dll. Namun sebetulnya ada potensi yang tidak umum, dan berikut daftarnya!
Gempa Berpotensi Maling
Ketika banyak orang berlarian menyelamatkan diri dari rumah dan menghindari bangunan, ada saja orang yang iseng mengambil kesempatan bertindak biadab. Di kampung saya, ada sebuah rumah yang pintunya dibelah—mudah dibelah karena terbuat dari tripleks— oleh maling sesaat setelah gempa besar itu terjadi. Entah apa yang ada di benak si maling, barangkali pada momen seperti itu ia mendapat keteguhan untuk menjadi maling.
“Araq-araq bae ntan… merini ntan lindur beleq araq bae angen yak lalo bait harte benden batur… Kajekn! Edak bae angen…” (Ada-ada saja… Saat gempa, terselip niat mereka untuk mengambil harta benda sesama. Kasihan… tidak punya hati!)
Seseorang kemudian membalas, “Kire-kire mun mate kun balen dengan saq sikn paling eto, baun yak tame surge kire-kire?” (Kira-kira, jika pencuri itu tewas di rumah orang yang dicurinya, bisakah mereka masuk surga?”
Oh ya, setelah gempa besar di malam itu, dari kejauhan sayup-sayup suara musik dangdut mulai menggema. Asal suaranya dari kampung sebelah.
Yap! Ada sekelompok orang memainkan alat musik dan bernyanyi dengan keras, saat kita sedang ingin tenang. Orang-orang ini, bisa dibilang, telah mencuri ketenangan kita. Maling juga kan namanya?
Nah, nun di desa sebelah katanya, ada joget sasak dengan iringan musik dangdut—sumber suara musik tadi. Beberapa orang menyayangkan kejadian itu, “Merini ntan gempa ndekn naon aran azab karan...” (Saat gempa seperti ini, apa mereka ndak tahu namanya azab, ya?”
Kemudian dijawab lagi, “Tunahn kepeng siwe seto, adin araq kenen tepetoloq jogetn.” (Rugi uang yang sudah dipakai nyewa (alat musik). Supaya ada faedahnya didatangkan.” Kami pun diam. Tapi dalam hati berkata, “Faedahnya apaaaa?”
Gempa Berpotensi Rampok
Sebelumnya, saya perlu memberitahu, maling dan rampok itu beda. Maling mengambil harta benda dengan diam-diam, tidak ingin diketahui, tidak memilik kontak langsung dengan pihak yang dicuri. Sedangkan rampok secara langsung mengambil paksa harta korban dengan ancaman.
Kalau dianalogikan dengan kisah asmara, maling adalah seseorang yang meminta dengan baik-baik, “Maukah kau jadi pacarku?” Sedangkan rampok: “Jadi pacarku, ya! Ini golok bisa saja melayang kalau kamu bilang tidak!”
Sekitar tiga minggu yang lalu, gempa berpotensi rampok ini terjadi. Hal ini disebabkan karena beberapa orang memang belum berani tidur di dalam rumah dan memilih membuat tenda kecil di sekitar rumah. Rampok yang kebetulan lewat menghampiri tenda dan memaksa orang untuk bangun.
“Bangun bangun!” Kata rampok tersebut.
“Kamu, buka jilbab!” Katanya memaksa. Rampok tersebut rupanya mengincar kalung dan anting korban.
Namun sayang, rampok tidak mendapatkan barang yang dicarinya, akhirnya salah satu rampok meminta kunci rumah mereka. Dengan tangan gemetaran, korban memberikan kunci tersebut. Lantas perampok mencari rumah milik korban, ketika akan membuka pintu, ternyata kunci yang diberikan salah. Kesempatan itu dimanfaakan si pemilik rumah untuk teriak: “Rampoooook…!”
Mereka, para perampok itu, kemudian berlari meninggalkan korban.
Jerreeh te (kapok lu) 😀
Keesokan harinya, tenda-tenda pada dibongkar lalu orang-orang memilih tidur kembali di dalam rumahnya masing-masing.
Gempa Berpotensi Nikah
Hingga catatan ini ditulis, sejak gempa pada tanggal 27 Juli yang lalu, terdapat enam pasangan yang menikah di kampung saya. Entah apa yang menyebabkan fenomena ini terjadi. Tapi, yang pasti, gempa memang memiliki keterkaitan yang cukup erat pada potensi ini.
Kata orang rumah, “Aneh, pade melaiq… Lindur ini. Ndekm mauq rasak jajen Neneq bareh.” (Ayo, segeralah menikah! Sekarang lagi [musim] gempa. Ntar kalian nggak sempat merasakan “jajan/cemilan” Tuhan).
Maksudnya apa coba?
Gempa Tidak Berpotensi Balikan
Bagaimana? Menarik kan potensi-potensi dari gempa yang tidak umum di atas? Namun yang terakhir ini, sedikit memilukan.
Gempa tidak memiliki potensi untuk kalian—para mantan. Terutama bagi kalian yang ingin balikan dengan mantan. Maka, sekalipun gempa yang datang bertubi-tubi, maka terimalah dan jangan berharap padanya.
Terimalah. Lupakan dia.
Atau silakan memikirkan hal lainnya: carilah yang baru, coba dekati, kenali lebih dalam lagi—ta’aruf dengannya. Tapi ingat, jangan buru-buru ditembak, coba perhatikan buku bacaannya, sebelum akhirnya kalian telat mengetahui jika ternyata ia membaca buku “Udah! Putusin Aja!”
Kan… Kan… []
Share this
About author
Penikmat kopi dan sepak bola. Bercita-cita menciptakan kopi rasa mantan.